Natalius Pigai dan Jeritan Nelayan Messah, Taman Nasional Komodo 

Larangan Pemerintah Menangkap Lobster Membuat Nelayan Menjerit

Di Baca : 4783 Kali
Natalius Pigai (tengah) saat berkunjung ke Msssah Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) Senin (23/11/2020). (ist)

Kediaman H Rasyid menjadi titik pertemuan dadakan Pigai dengan puluhan warga Messah.  Sang aktivis awali pertemuan dengan sapaan singkat. Setelahnya, warga secara enteng langsung memanfaatkan kesempatan meluapkan kekecewaan mereka akibat berbagai kebijakan pemerintah yang dinilai tidak berpihak bahkan membuat para nelayan harus menjerit. Antara lain berbagai larangan tanpa solusi. Sebagai misal: larangan menangkap dan usaha dagang mengantarpulaukan anakan lobster. Conton lainnya: larangan memanah ikan apalagi dengan alat bantu kompresor untuk menyelam lebih dalam. Juga jeritan kesulitan air bersih yang tak kunjung teratasi,  serta berbagai persoalan lainnya.

Berawal dari tuan rumah, H Rasyid. Kata dia, warga Messah sejak lama menekuni usaha menangkap dan mendagangkan anakan lobster. Alat tangkap yang digunakan ramah lingkungan, hanya mengandalkan rangkaian kertas khusus. Usaha itu menjadi andalan keluarga karena pasarannya jelas dan harganya menggiurkan, Rp10.000 per anakan lobster. Belakangan, sendi kehidupan nelayan Messah dan sekitarnya oleng setelah Pemda NTT menerbitkan larangan menangkap dan mendagangkan anakan lobster, secara bebas. Usaha itu boleh dilakukan asalkan dengan izin resmi dari Dinas Perikanan NTT.

Sebagaimana diakui H Rasyid dan sejumlah warga Messah – para nelayan dalam format kelompok usaha bersama, sebenarnya sudah menyampaikan permohonan untuk mendapatkan perizinan dimaksud. Perwakilannya bahkan harus ke Kupang untuk urusan perizinan itu. Namun permohonan mereka hingga kini  belum juga direspon. 






[Ikuti Terus Detakindonesia.co.id Melalui Sosial Media]






Berita Lainnya...

Tulis Komentar